SHOW

SELAMAT DATANG | SEMOGA SITUS INI BISA BERMANFAAT DAN MENGINSPIRASI

Dropdown Menu

Tugas Kuliah: DIMENSI-DIMENSI MAKNA

Dewi M – Inayati R

CHAPTER 3
DIMENSI-DIMENSI MAKNA
Semua yang bermakna dalam bahasa merupakan ekspresi linguistik. Ekspresi-ekspresi linguistik tersebut terdiri atas; morfem (bagian terkecil dari kata), leksim (kata atau idiom), dan kalimat. Pada bab ini akan dikenalkan perbedaan antar leksim dan fungsi kata. Sebuah leksim terdiri atas satu atau lebih unit-unit yang memiliki makna, yang disebut morfem dan kita akan membahas perbedaan jenis-jenis morfem. Setiap leksim merupakan perpaduan antara bentuk (objek) dengan maknanya. Secara umum kita dapat mengenali tiga aspek makna pada leksim, yaitu; hubungan terhadap fenomena diluar bahasa, hubungan antar sikap manusia dan perasaannya dan hubungan antar leksim. Dua leksim yang memiliki bentuk yang sama (pengucapan dan ejaan) disebut homonim, sedangkan satu leksim namun memiliki arti lebih dari satu disebut polisemi. 
3.1 Rujukan dan denotasi
Dalam setiap bahasa pasti ada kata-kata seperti pohon, berlari, merah dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut memiliki relasi/ asosiasi yang jelas pada benda, peristiwa atau penggambaran di sekitar kita. Seperti yang kita ketahui, bahasa terdiri dari banyak kata-kata yang berkorelasi langsung pada hal-hal diluar bahasa, yaitu makna. Dan setiap kita berkomunikasi dengan orang lain dengan bahasa, kita pasti memiliki ide atau gagasan yang sama berhubungan dengan kata tersebut. Ogden dan Richards (1923), yang mengembangkan teori mentalistic mengenai makna, sebuah percobaan untuk menjelaskan makna dan hubungannya dengan apa yang dipikrkan oleh manusia. Seperti digambarkan dalam skema berikut:
Concept


Word object
Ogden dan Richard menyebutkan bahwa hubungan antara kata (word) dan konsep adalah asosiasi (association), hubungan antara konsep dan objek  adalah referensi (reference) atau rujukan, dan hubungan antara objek dan kata adalah makna (meaning).
               Ketika kita membaca atau mendengar sebuah kata, pikiran kita akan membentuk sebuah gambaran objek (mental image) yang mewakili kata tersebut. Jadi kita lebih mudah memahami kata-kata yang memiliki bentuk yang nyata, seperti anjing dan pintu, dibandingkan dengan kata-kata yang tidak memiliki gambaran yang konkret, seperti masalah, perasaan, cinta dan lain sebagainya. Namun terkadang mental image tersebut juga bisa menyesatkan karena interpretasi setiap orang berbeda-beda, seperti kata PINTU; apakah itu pintu geser, pintu putar, pintu lipat atau pintu-pintu dengan model lainnya. Jelasnya, makna dari kata PINTU lebih dari sekedar satu gambaran (image). Kita dapat menggunakan kata-kata tersebut dalam banyak situasi karena pengetahuan kita memungkinkan kita untuk menggunakannya. 
Seperti yang kita lakukan dalam membedakan antara “ungkapan” dan “kalimat”, kita juga perlu membedakan anatara “rujukan” dan “denotasi”. Rujukan atau kata rujukan adalah hubungan antar ungkapan bahasa seperti this door, both door, the dog, another dog dan ungkapan apapun yang menyinggung dalam situasi tertentu dalam penggunaan bahasa termasuk juga apa yang dipikirkan oleh speaker. Misalnya, Mike and his siberian dog are taking a walk in the park this morning. The dog bites a bone. Kata The dog pada kalimat kedua merujuk pada kata siberian dog pada kalimat pertama. Sedangkan denotasi adalah kemungkinan kata-kata, seperti PINTU dan ANJING menjadi sebuah ungkapan bahasa. Jadi, rujukan adalah cara speaker dan hearers menggunakan ekspresi nya dengan baik dan benar, sedangkan denotasi  adalah pengetahuan yang kita miliki yang membuat penggunaan kata tepat.
Permasalahan dalam teori mentalistik makna yang pertama adalah tidak semua kata dapat diasosiasikan dengan gambaran (mental image) dan beberapa kata memiliki makna yang lebih luas. Masalah yang lebih besar mengenai teori mentalistik adalah bahwa kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran orang lain. Jadi bagaimana kita tahu bahwa kita memiliki penggambaran yang sama mengenai objek tersebut? 
Selanjutnya, kata bukanlah satu-satunya bagian dari semantic. Makna dapat diungkapkan melalui bagian terkecil dari kata, yaitu morfem, dan makna juga diungkapkan melalui kalimat. Seperti dalam contoh The man bit a dog dengan The dog bit a dog, keduanya memiliki struktur dan bentuk yang sama namun memiliki makna yang berbeda. 
Namun, ada makna yang lebih dari sekedar denotasi. Orang-orang tidak hanya berbicara dan menulis untuk mendeskripsikan benda-benda, peristiwa dan ciri-ciri. Mereka juga mengungkapkan pendapat mereka, menyenangkan ataupun tidak mengenai suatu hal. 
3.2 Konotasi
Kata DOG memiliki makna denotasi tersendiri, kemungkinan ada banyak ungkapan mengacu seperti ungkapan berikut:
1. This dog is a Dalmatian.
2. My children have just acquired a dog.
3. Saveral dogs were fighting over a bone.
Kata DOG dalam kalimat-kalimat diatas mengacu pada binatang secara biologis, yaitu seekor mamalia karnivora yang dapat dipelihara. Namun, adapun masyarakat yang memaknai DOG sebagai sesuatu yang lain atau berbeda, hal ini disebut konotasi. Hjelmslev (1971: 109-10) menjelaskan diantara orang-orang Eskimo, anjing (DOG) merupakan binatang yang digunakan untuk membantu menarik kereta seluncur es, orang-orang Parsi menghormati anjing sebagai binatang yang disakralkan, Hindu menganggap anjing sebagai hama atau musuh terbesar. Sedangkan di Eropa dan Amerika anjing merupakan alat berburu dan penjaga. Hjelmeslev menambahkan bahwa beberapa kelompok masyarakat juga ada yang mengkonsumsi daging anjing dan sebagian lain tidak. 
Makna anjing bergantung pada pandangan sosial masyarakat  dan individu berdasarkan aspek-aspek pragmatic. Kita bisa saja keliru jika kita hanya mengacu pada makna denotasi dari kata anjing. Itulah yang dimaksud dengan konotasi, yaitu makna lain dari sebuah kata yang berdasarkan pada kondisi sosial masyarakat dan aspek-aspek pragmatiknya. 
3.3 Sense relations (hubungan makna)
Kita melihat makna tidak hanya dengan denotasi dan konotasi saja. Makna sebuah kata juga bergantung pada hubungan sebuah kata dengan kata yang lainnya, aspek hubungan. Leksim tidak selau memiliki makna jika mereka berdiri sendiri, mereka bisa bermakna bergantung pada dengan ucapan atau kalmat apa mereka berada, dan makna apa yang mereka berikan bergantung pada leksim lain yang berasosiasi dengan kata dalam ucapan atau kalimat tersebut.
Suatu kata akan memiliki sense yang baik apabila dipasangkan dengan suatu kata ataupun keadaan, namun terkadang juga tidak. 
Seperti dalam kalimat berikut:
a. John walked. (John berjalan)
b. An hour elapsed (Satu jam berjalan)
Dalam makna nya secara bahasa Indonesia, keduanya sama-sama menyatakan suatu yang berjalan. Namun kata walked tidak memiliki sense jika digabungkan dalam kalimat An hour elapsed.dan juga kata elapsed juga tidak memiliki sense jiga dimasukan dalam kalimat John elapsed. Hal itu karena keduanya memiliki asosasi gramatikal yang berbeda. 
Hubungan itu juga bisa terjadi dalam bagaimana makna-makna kata dapat berubah sesuai konteksnya.
Seperti dalam kalimat berikut:
a. Profesor Jones has a rather large library. (Library disini yang dimaksud bukan sebuah tempat, tapi koleksi buku-buku)
b. The library is in the corner of Wilson and Adams Streets. (Library yang dimaksud disini adalah perpustakaan tempat menyimpan dan mengkoleksi  buku-buku. 
Beberapa kata dalam bahasa Inggris dapat digunakan dalam dua konteks yang berbeda, berbeda secara gramatikal, dan kedua nya memiliki makna yang agak berbeda. Seperti:
a. A window broke. (Sebuah jendela rusak)
b. Tom broke a window. (Tom merusak jendela)
Apa yang terjadi pada kedua jendela itu sama-sama rusak atau tidak dalam kondisi utuh lagi. Namun keduanya memiliki sense yang berbeda. Pada kalimat pertama jendela nya sebagi subjek yang rusak, yaitu menjadi rusak. Sedangakn pada kalimat kedua, jendelanya menjadi objek yang dirusak. 
Ada yang disebut sebagai hubungan syntagmatic, yaitu hubungan asosiasi antara dua kata atau lebih dalam sebuah rangkaian kalimat (tidak harus kata yang bersebelahan) yang satu sama lain saling melengkapi dan memaknai sehingga menimbulkan makna baru pada unit yang lebih luas, frasa atau kalimat. Contohnya dalam frasa read with book, sit with chair, dan sebagainya. Meskipun kata sit dan chair tidak bersebelaha, namun keduanya mempunyai hubungan asosiasi yang tepat. 
Kemudian ada hubungan paradigmatic, yaitu hubungan pilihan. Yaitu hubungan yang membuat kita harus memilih dari beberapa kata yang memiliki makna yang mungkin sama, namun memiliki perbedaan khusus dengan yang lainnya jika digunakan dalam kalimat. Daripada menggunakan kalimat The judge was arbitrary, orang-orang lebih menggunakan kalimat The judge was cautious atau careless, atau busy atau irritable dan kata-kata lain yang dapat mewakili maksud dari kalimat tersebut. 
Pada masa kanak-kanak, kita belajar kosa kata melalui gambar, benda, peristiwa, kegiatan, atau ciri-ciri untuk mewakili sebuah kata. Dengan begitu kita mengenal makna secara denotasi. Kemudian secara perlahan kita mempelajari ujaran/ungkapan yang digunakan dalam masyarakat dan dari pengalaman pribadi yang berasosiasi baik maupun buruk yang disebut dengan konotasi. Dan kemudian kita juga mengenal bagaimana suatu leksim memiliki hubungan dengan leksim yang lain dan memberi rasa yang pas satu sama lain (sense relations). 
3.4 Makna leksikal dan makna gramatikal
A dog barked.
Dalam kalimat yang bermakna diatas tersusun dari bagian-bagian bermakna yang lebih kecil. Yang pertama adalah frasa A dog yang mengacu pada seekor binatang.  Kita menyebut frasa ini sebagai ungkapan rujukan. Ungkapan rujukan adalah bagian dari bahasa yang seperti memiliki hubungan dengan sesuatu diluar bahasa. 
Bagian yang bermakna lainnya adalah kata barked yang merupakan bentuk kedua dari kata kerja bark yang juga mengacu pada sesuatu hal diluar bahasa, sebuah kegiatan atau aktifitas yang disini mengacu pada a dog. Bagian ini biasa disebut sebagai predikat.
Kalimat ini juga memiliki beberapa jenis makna gramatikal. Setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan setiap bahasa yang berbeda juga memiliki sistem gamatikal yang berbeda pula. Seperti dalam kalimat berikut:
Statement vs question:
A dog barked Did a dog barked?
Affirmative vs negative:
A dog barked. A dog did not barked.                   No dog barked.
Past vs present:
A dog barked. A dog barks.
Singular vs plural:
A dog barked. Some dogs barked.
Indefinite vs definite:
A dog barked. The dog barked.
Makna gramatikal yang diungkapkan dalam berbaga cara: susunannya (mengacu pada posisi predikat), imbuhan gramatikal seperti –s pada kata benda dog  menjadi dogs,  atau fungsi dari kata dalam kalimat tersebut (not untuk menegatifkan, a dan some untuk menyatakan kuantitas, the untuk merujuk pada kalimat definite).
Makna dog dan bark sebenarnya bukan makna gramatikal namun leksikal, yaitu berasosiasi dengan hal di luar bahasa. Keduanya merupakan leksim yaitu unit terkecilyang dapat menunjuk atau mempredikasi. 

3.5 Morfem
Leksim yang dapat terdiri hanya dari satu bagian yang bermakna seperti arm, chair, happy, guitar, lemon dan shoe. Atau juga bisa lebih dari satu bagian bermakna seperti armchair, unhappy, guitarist, lemonade dan shoehorn. Istilah untuk bagian makna terkecil itu disebut morfem. Arm, chair, happy, guitar, lemon, shoe dan horn itu semua adalah morfem, tidak ada satupun dari kata-kata itu yang bisa dipisahkan ke dalam bentuk yang paling kecil yaitu makna. Kata-kata itu semua adalah morfem bebas, karena kata-kata itu terjadi karena diri mereka sendiri. Unsur-unsur un-, -ist, dan –ade di kata unhappy, guitarist, dan lemonade masing-masing juga morfems. Semua kata-kata itu adalah morfem terikat yang selalu dibubuhkan ke kata lain seperti contoh diatas. 
3.6 Homonim dan Polysemi
Leksim adalah sebuah penghubung dari bentuk (objek) dan makna. Bentuk (objek) hampir mudah untuk dibedakan: di dalam menulis bentuk adalah sebuah susunan dari huruf, dalam percakapan adalah sebuah susunan fonem. Sedangkan makna lebih sulit untuk ditentukan. Dalam homonim contohnya seperti kata bank dalam bahasa inggris, bank disini memiliki pengucapan dan penulisan yang sama tapi mereka memiliki makna yang berbeda, satu bermakna sebuah lembaga keuangan dan satunya lagi bermakna tepi sungai. Contoh lainnya dalam bahasa inggris, kata steak dan stake dua kata itu memiliki pengucapan yang sama tetapi penulisan dan maknanya berbeda seperti dalam bahasa indonesia yang disebut homofon. Selain itu ada juga homograf dua kata yang memiliki pengucapan berbeda tapi penulisannya sama. Contohnya kata bow: busur dan bow: menunduk, kata bow yang pertama memiliki pengucapan bow sedangkan kata kedua memiliki pengucapan baw. Dua kata tersebut memiliki pegucapan dan makna yang berbeda tetapi memiliki persamaan dalam hal penulisan. bow yang pertama merujuk pada busur panah, sedangkan bow yang kedua merujuk pada sebuah sikap yaitu menundukkan badan sebagai bentuk penghormatan. 
Ahli kamus dan semantic kadang harus memutuskan apakah sebuah bentuk (objek) dengan berbagai makna adalah sebuah contoh dari polysemi dan homonym. Leksim polysemi mempunyai beberapa makna yang berhubungan. Kata benda “head” , kata head memiliki makna yang saling berhubungan ketika kita membicarakan tentang kepala orang, kepala perusahaan, kepala meja atau tempat tidur, kepala selada atau kubis. Jika kita menghubungkan kata itu dengan anatomi maka kata head merujuk pada organ tubuh manusia yaitu kepala. 
3.7 Ambiguitas Bahasa
Saat homonym bisa terjadi ditempat yang sama dalam percakapan, hasilnya tentu makna ambigu seperti dalam kalimat ini “I was on my way to the bank.” Makna ambigu tidak selalu ada dalam percakapan. Makna ambigu dalam kalimat diatas adalah kalimat tersebut memiliki 2 makna yang berbeda, makna yang pertama pergi ke bank untuk melakukan penarikan uang, disisi lain kalimat itu bermakna memancing atau berlayar. Terkadang homonym sering dimasukkan dalam kategori leksikal yang berbeda dan oleh karena itu tidak menimbulkan makna ambigu. Contohnya kata seen dan scene, kata seen berasal dari kata kerja see sedangkan kata scene kata benda yang tidak berhubungan dengan kata seen. 
3.8 Makna Kalimat
Kita berkomunikasi dengan ucapan dan tiap ucapan adalah bagian dalam kalimat. Tetapi bagaimana kita dapat menjelaskan apa makna kalimat itu? 2 hal yang harus diketahui. Yang pertama makna kalimat awal dari makna itu sendiri yaitu unsure leksim dan makna gramatikal yang ada didalamnya. Jadi jika kamu mengetahui tentang makna leksikal dan gramatikal yang digambarkan dalam suatu kalimat kamu akan mengetahui tentang makna kalimat dan begitupun sebaliknya. Yang kedua jika kalimat itu adalah sebuah pernyataan, kamu harus mengetahui makna dari kalimat itu, mengetahui situasi apa yang sedang terjadi pada saat itu sehingga kalimat itu bisa menjadi benar. Contohnya “Albert Thompson opened the first flour mill in Waterton.” 
Kamu tidak tahu apakah kalimat itu benar atau salah, tetapi kamu tahu jika kalimat itu benar maka pada saat kalimat itu diucapkan harus ada orang yang bernama Albert Thompson dan tempat yang disebut Waterton dan Albert Thompson sedang melakukan penggilingan. 
Situasi kebenaran semantic berdasrkan pada  bagian yang makna inti dari setiap kalimat itu terdapat kebenaran situasi. Setiap pembicara dari bahasa itu harus mengatahui situasi tersebut. Jika setiap kalimat itu benar atau salah, apakah kalimat lain menggambarkan bagian yang sama, dengan situasi yang berbeda sehingga dapat diketahui dari kalimat ini? Jika suatu kalimat benar, apakah ini juga akan membuat kalimat lain benar, atau apakah kebenaran itu memalsukan kalimat lain, atau tidak ada hubungan kebenarannya? Masalah benar dan logika lebih penting dalam situasi kebenaran semantic daripada makna leksikal didalamnya. Dalam chapter 5 akan lebih menjelaskan tentang situasi kebenaran semantic. 



Related Articles:

12 comments:

  1. Actually the article above makes us easier to understanding the topic about sub chapter of semantic learning. Through this comment I want to add if we would like to discuss more about word meaning especially for lexical ambiguity we have to know about idiom also so that we can assume the meaning. Lexical ambiguity usually has the same characteristic with idiom, I think...^^

    ReplyDelete
  2. so, the use of connotative meaning of some words or phrases is different in every regions. Then, what are the factors that can affects the meaning of that?

    ReplyDelete
  3. this good review and explanation,but i still confuse,
    how do you get someone that can to distinguish meaning of connotation and denotation?

    ReplyDelete
  4. can you please explain more about syntagmatic? i still confuse with what the meaning is

    ReplyDelete
  5. Thanks for your article. From the explanation above, I just want to ask what the connection between the eight parts the dimension of meaning?

    ReplyDelete
  6. how can we know the ambiguity of language when the speaker is not fluent in speaking..

    ReplyDelete
  7. This article is good enough, but how can we make a sentences with a good sense. please give me explaination more. Thanks

    ReplyDelete
  8. here, I will add about "meaning" based on Ferdinand de Saussure.
    a meaning is a mean or concept has a sign of linguistic. every sign consist of two point.
    1. which is mean or signified
    2. Signifier
    is a concept meaning from sign of sound. While signifier is a sound shaped from phonem of language. In other word, every sign of linguistic consist of sounds and means. Both of them are intralingual and ekstra lingual
    not at all of word or leksem has a concret sign.
    example : religion,love,culture,and justice.

    ReplyDelete
  9. your article is not bad. but i still confuse about the ambiguity of language, can you explain more and give me other example? thanks :)

    ReplyDelete
  10. I have a question, is just homonym which only include in the ambiguity?

    ReplyDelete
  11. after I read and understand about your writing.I was not getting a meeting point and make me confuse.if you can give me a clearer example.

    ReplyDelete
  12. Likes this article. Very helpfull, and thanks!

    ReplyDelete