Analisis Wacana Humor "Buku Bodoh" Karya Joger Bali
Tinjauan dari Aspek Gramatikal dan Leksikal
oleh
Agung Setyo Utomo
Tulisan ini mengangkat tema tentang wacana yang terdapat dalam Buku Bodoh, Sekolah
Dasar Nasib Baik karya Joger (Joseph Theodorus Wulianadi alias Mr. Joger).
Buku ini merupakan salah satu karya unik dari perusahaan Joger, yang menamakan
dirinya sebagai "pabrik kata-kata" asal Bali.
Dikatakan unik karena merupakan pernak-pernik yang dijual tidak seperti
kebanyakan produk Joger yang lain. Pada dasarnya "Buku Bodoh" adalah
pernak-pernik jualan Joger yang berdimensi 10 cm x 10 cm, tebal 101 halaman,
dicetak tahun 2004. Joger yang produk jualan utamanya adalah kaos oblong
bercirikan kata dan kalimat lucu penuh humor. Mr. Joger dengan sengaja
menampilkan candaan (joke), yang dikatakannya "filosofi
garing", namun sesungguhnya penuh makna sehingga pembaca diajak untuk
berintrospeksi dengan menertawakan kebodohan diri sendiri. Walau terkadang
perlu sedikit "kecanggihan pikir" untuk mencerna makna yang
terkandung dalam Buku Bodoh tersebut. Untuk itulah pentingnya peranan konteks
yang perlu dipahami pembaca dalam menafsirkan wacana Buku Bodoh, Sekolah
Dasar Nasib Baik (selanjutnya disingkat BB saja) ini.
Wacana dapat dikonstruksikan
mulai dari tataran yang paling kecil yakni kata, frasa, klausa, kalimat
dan/atau rangkaian beberapa paragraf. Selanjutnya, dari berbagai tataran yang
menyusun wacana tersebut akan dapat ditemukan peranan kepaduan bentuk (kohesi)
dan kepaduan makna (koherensi) yang menyusun sebuah wacana.
Bahasa terdiri atas bentuk (form)
dan makna (meaning), maka hubungan antarbagian wacana dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk disebut kohesi (cohesion) dan
hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi (coherence}. Dengan
demikian wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari hubungan
bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif, dan dilihat dari hubungan makna
atau struktur batinnya bersifat koheren (Sumarlam, 2003: 23).
Humor termasuk salah satu
sarana komunikasi, seperti untuk menyampaikan informasi, menyatakan rasa
senang, marah, jengkel, simpati, dan sebagainya. Sebagai sarana komunikasi,
apabila dipergunakan secara tepat, humor dapat mengemban beragam fungsi. Humor dapat
mengendurkan ketegangan atau berfungsi sebagai katup penyelamat. Misalnya,
apabila terjadi perselisihan dalam suatu kelompok, humor dapat menyelamatkan
mereka dari lontaran kata-kata kasar atau pertikaian secara fisik. Dalam
pertemuan ilmiah, bisnis, atau ceramah, humor pun dapat menjadi "bumbu
penyedap" sehingga peserta yang lelah karena mendengarkan topik yang berat
dalam pertemuan tersebut dapat merasa lebih santai dan terhibur. Di samping
itu, humor juga dapat berfungsi sebagai alat kritik yang ampuh, semacam komik
"Dwi Koen" (Panji Koming), Oom Pasikom-nya GM Sidarta, Kartun Benny
dan Mice, dan kartun Si Krebo di harian kompas (Minggu), yang
merupakan kritik terselubung dalam humor (diadaptasi dari Widyastuti dalam
Sumarlam, 2003: 134-135).
Hal yang paling menarik dari
wacana BB adalah penggunaan bahasa Indonesia yang terkesan sebagai alat
bermain-main belaka. Padahal sesungguhnya "kesan main-main" itulah
ciri khas dari Wuliandi atau Mr. Joger itu, dengan catatan tidak mengurangi
subtansi di dalamnya.
Sumarlam (2003: 15)
mengklasifikasikan wacana berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk
mengungkapkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Wacana bahasa nasional (Indonesia)
2. Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa
Jawa, Bali, Sunda, Madura dan sebagainya).
3. Wacana bahasa internasional (Inggris)
4. Wacana bahasa lainnya, seperti bahasa
Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya.
Wacana bahasa Indonesia
ialah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai
sarananya; wacana bahasa Jawa adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan
sarana bahasa Jawa; demikian juga dengan wacana bahasa Inggris yang merupakan
wacana yang diungkapkan dengan sarana bahasa Inggris, dan seterusnya
Wacana berdasarkan media yang
digunakan dapat dibedakan atas (1) wacana tulis, dan (2) wacana lisan. Wacana
tulis disampaikan dengan bahasa atau media tulis, sedangkan wacana lisan
disampaikan dengan bahasa atau media lisan.
Lebih lanjut menurut
Sumarlam (2003: 17-20) bahwa berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, pada
umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima
macam, yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Wacana narasi atau wacana penceritaan, disebut juga wacana penuturan
yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama
atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana deskripsi yaitu wacana yang
bertujuan melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu menurut apa adanya. Wacana
eksposisi atau wacana pembeberan yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu
dan pelaku. Wacana argumentasi yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan
yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, dan bertujuan meyakinkan
pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Dan yang terakhir, Wacana
persuasi yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya
ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada
pembaca atau pendengar agar memenuhi nasihat dan ajakan tersebut.
No comments:
Post a Comment