PARADIGMA VERBA BAHASA JAWA
KURNIAWAN
Unsur-unsur bahasa sebagian bersifat
konstan, dan sebagian dapat mengalami perubahan bentuk dan makna, misalnya yang
dapat dijumpai pada bentuk verba bahasa Jawa; nulis, nulisi, nulisake, ditulis,
ketulis dan lain sebagainya.
Verba sangat berperan dalam suatu
kalimat memiliki fungsi sebagai predikat.
Menurut Edi Subroto dan Harimurti Kridalaksana dalam bukunya, dalam
beberapa bahasa, verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek,
persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan,
keadaan, atau proses; kelas ini dalam bahasa Jawa (BJ) ditandai dengan
kemungkian untuk di awali dengan kata ora
(tidak) dan tidak mungkin di awali dengan kata seperti bangêt ‘sangat’, luwih ‘lebih’.
Dalam bahasa Jawa, verba dibedakan menjadi verba kelas I
dan II. Verba kelas I ialah yang ditandai oleh terdapatnya kategori pasif di-D (dijupuk ‘diambil’), yang berpasangan dengan kategori aktif
transitif N-D (njupuk ‘mengambil’), sedangkan verba kelas II ditandai oleh
terdapatnya kategori N-D tak-transitif
(ngidu ‘dengan sengaja meludah’). Verba
kelas I secara potensial juga ditandai oleh terdapatnya kategori tunggal
(monomorfemis) atau dasar (D) yang transitif. Kategori yang demikian secara
potensial dapat dipakai sebagai bentuk perintah (kasar) ataupun bentuk
pernyataan (berita) biasa
Verba kelas II tidak selalu demikian. Kata ini barangkali
juga mempunyai kategori tunggal yang dapat diikuti objek atau komplemen tetapi
tidak bersistem. Dalam pada itu,
masing-masing kelas verba itu juga masih dibedakan lagi atas dua bagian, yaitu
A dan B. Perbedaan keduanya secara morfologis ialah bagian B secara bersistem
ditandai oleh terdapatnya kategori mak-D dan
pating-D, sedangkan bagian A tidak.
Prefiks pating hanya dapat dibubuhkan
pada D yang dwisuku atau trisuku (pating glantung ‘semua bergelantungan, secara tak beraturan)’ di
samping digantung, pating glantung ‘semua bergelantungan’;
sedangkan prefiks mak- dapat
dibubuhkan pada D yang ekasuku,
dwisuku, atau trisuku (makcrut ‘tiba-tiba
muncrat’) (Uhlenbeck, 1978: 141 dalam Edi Subroto, 1991: 72).
Berikut
adalah sistem verba BJ yang mencakup kategori morfologi.
a. kategori D (monomorfemis) baik transitif maupun tak
transitif: mis. turu ‘tidur’, tiba ‘jatuh’, tuku ‘beli’, golek
‘cari’,tukul ‘beli’.
b. kategori N-D (transitif dan
tak transitif). N-D-i. N-D-ake: nulis ‘menulis’,
nyilih ‘meminjam’, nggolek ‘mencari’,
c. kategori di-D, di-D-ake: dijupuk ‘diambil’, dijupuki ‘diambili’, dijupukake ‘diambilkan’.
d.
kategori dak-/tak-D, dak-/tak-D-i,
dak-/tak-D-ake: daktulis ‘kutulis’, daktulisi ‘kutulisi’, daktulisake ‘kutuliskan’.
e.
kategori dak-/tak-D-e,
dak-/tak-D-ane, dak-/tak-D-ane: daktulise
‘biarlah kutulisnya’, daktulisane
‘biarlah kutulisinya’, daktulisne
‘biarlah kutuliskannya’.
f.
kategori ko-kok-D, ko-kok-D-i,
ko-/kok-D-ake: kojupuk ‘kauambil’, kojupuki ‘kauambilii’, kokjupukake ‘kauambilkan’.
g.
kategori ke-D, ke-D-an: kêlungguhan ‘terduduki’.
h.
kategori D-ên, D-ana, D-na: tukunên ‘belilah’,
nukonana ‘belanjailah’, tukokna ‘belikanlah’.
i.
D-an: lungguhan ‘dalam keadaan duduk-duduk’.
j.
D-D-an: jiwit-jiwitan ‘saling mencubit’.
k.
kategori : m-D/-um-D: mabur ‘terbang’, tumiba ‘dalam keadaan jatuh’, gumuyu
‘dalam keadaan tertawa’.
l.
kategori D-a, D-an, D-na: tekaa ‘datanglah’, têkanana ‘datangilah’, têkakna
‘datangkanlah’.
m.
kategori D-D(D-) atau reduplikasi,
tetapi tidak berpasangan dengan kategori monomorfemis (D): bisik-bisik ‘berbisik’, bêngok-bêngok
‘berteriak-teriak’.
n.
kategori –in-D, -in-D-an,
-in-D-ake: tinulis ‘ditulis
(arkhais), tinulisan ‘ditulisi
(arkhais)’, katulisake ‘dituliskan
(arkhais)’.
o.
kategori ka-D, ka-D-an, ka-D-ake: katulis ‘ditulis (arkhais), katulisan ‘ditulisi (arkhais)’, katulisake ‘dituliskan (arkhais)’.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Subroto, 1991. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa.Jakarta: Departmen Pendidikan
dan Kebudayaan
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Uhlenbeck,
1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan
No comments:
Post a Comment